DEMI REKLAMASI, AHOK MEMANG WAJIBKAN PENGEMBANG LAKUKAN PENGGUSURAN

Asslamu'alaikum rekan-rekan semua, kali ini saya memposting berita yang tidak kalah menarik dengan sebelumnya. Berita selengkapnya: Geramnya Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) atas pemberitaan yang menyebut ada kucuran dana sebesar Rp6 miliar dari Agung Podomoro Land (APL) di penggusuran Kalijodo, terbilang aneh.

Bagaimana tidak, peluang terjadinya hal itu memang dibuat sendiri oleh Ahok, terkait adanya Kewajiban Tambahan bagi pengembang-pengembang di proyek reklamasi Teluk Jakarta.
Itu tercantum di dokumen hasil rapat tanggal 18 Maret 2014 di Balai Kota DKI, antara Ahok-saat itu masih Wagub-dengan sebagian pengembang proyek reklamasi Teluk Jakarta, yakni: PT Muara Wisesa Samudera (MWS), PT Jakarta Propertindo (Jakpro), PT Jaladri Kartika Pakci dan PT Taman Harapan Indah.
Dari delapan poin hasil rapat, di poin dua disebutkan keempat pengembang itu diberi kewajiban tambahan mengendalikan banjir. Realisasinya antara lain berupa mengeruk sungai dan waduk, peninggian tanggul kali (normalisasi sungai?) dan pantai, dan membuat jalan inspeksi.
poin2 rapat
Di poin ini, memang belum rinci disebutkan seperti apa implementasi di lapangan. Misal untuk peninggian tanggul kali dan membuat jalan inpeksi, apakah juga berarti penggusuran terhadap pemukiman warga yang berdiri di atasnya?

Di lampiran hasil rapat, mulai semakin jelas. Dengan adanya rincian kewajiban tambahan bagi pengembang. Beberapa di antaranya memang ‘berbau’ penggusuran.
PT Jakarta Propertindo misalnya. Pengembang Pulau F seluas 190 hektar itu mendapat kewajiban untuk penertiban/relokasi (penghalusan kata penggusuran) warga sisi barat waduk Pluit dan penertiban Muara Angke.
Sedangkan PT MWS, pengembang Pulau G seluas 161 hektar, kebagian tugas merevitalisasi Dermaga Muara Angke. Berikutnya, PT Jaladri Kartika Pakci, pengembang Pulau I seluas 202,5 hektar, kebagian membuat peninggian tanggul kali Sentiong.
Mesin Penggusuran Ahok Mulai Menggilas
Dari data yang dihimpun, sisi barat Waduk Pluit, penggusuran sudah dilakukan sebelumnya pada 23 Agustus 2013 oleh 1.100 aparat gabungan dari Satpol PP, kepolisian dan TNI. Di lampiran dokumen Kewajiban Tambahan, memang sudah disebutkan keterangan ‘Sudah Dilaksanakan’.
Sedangkan di Muara Angke, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia di akhir tahun 2015 menyebutkan sudah ada 300-an rumah yang digusur dan tidak dapat relokasi ke rumah susun. Sementara di Sentiong, warga digusur pada tanggal 20 Februari 2014.
Data LBH Jakarta tentang potensi penggusuran pada 2014, menunjukkan dari total 131 potensi penggusuran, 35 potensi penggusuran ditujukan untuk kali, waduk, saluran air dan sejenisnya; 34 ditujukan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH), dan 32 untuk jalan serta jembatan. Sementara, 30 sisanya ditujukan untuk beragam hal, seperti TPU, pembangunan rumah susun, dan lain-lain.
Kembali ke dokumen rapat Ahok dengan pengembang di 18 Maret 2014, di poin lima menyebutkan ‘dalam pelaksanaannya di lapangan bila diperlukan, bentuk kewajiban tambahannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan’.
Frasa ‘bentuk kewajiban tambahannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan’ sangat terbuka untuk peluang bahwa besar, bentuk dan lokasi Kewajiban Tambahan bisa diminta tergantung keinginan gubernur. Mengingat di poin ke empat disebutkan kewenangan untuk menetapkan formula penghitungan Kewajiban Tambahan memang ada di tangan gubernur.
Jika menurut Anda artikel ini bermanfaat silahkan dibagi supaya lebih banyak orang yang tahu tentang ini. :)
Untuk info terbaru silahkan kunjungi halaman DISINI

0 Response to "DEMI REKLAMASI, AHOK MEMANG WAJIBKAN PENGEMBANG LAKUKAN PENGGUSURAN"

Posting Komentar